BLUD PUSKESMAS DI KABUPATEN CIANJUR
IMPLEMENTASI PPK BLUD
PUSKESMAS DI KABUPATEN CIANJUR
Oleh : Dicky Nizar
Saat
ini banyak pengguna layanan yang sangat menuntut pelayanan prima di instansi
pelayanan publik, baik milik swasta maupun pemerintah. Pelayanan yang bermutu
merupakan kunci sukses dan dasar untuk membangun keberhasilan dan kepercayaan
pelanggan. Namun saat ini, sebagian besar organisasi hanya berorientasi pada
sisi teknis kinerja instansi dan hanya meluangkan waktu sangat minim bagi sisi kemanusiaan.
Berinteraksi dengan pelanggan secara efektif membutuhkan berbagai prinsip,
metode, serta keahlian yang perlu dikenali, dipelajari, dan diterapkan. Sikap
dan keahlian akan menentukan bentuk pelayanan pelanggan yang bermutu (quality customer service).
Puskesmas
sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan penting bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas dituntut untuk dapat
melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu memberikan
pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Semakin tingginya
tuntutan bagi Puskesmas untuk meningkatkan pelayanannya, banyak permasalahan
yang muncul terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia bagi operasional
Puskesmas, alur birokrasi yang terlalu panjang dalam proses pencairan dana,
aturan pengelolaan keuangan yang menghambat kelancaran pelayanan dan sulitnya
untuk mengukur kinerja.
Lebih
lanjut Puskemas sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) berpeluang untuk dapat
meningkatkan pelayanannya ke masyarakat. Puskesmas akan mengelola sendiri keuangannya,
tanpa memiliki ketergantungan operasional ke Pemerintah Daerah (Pemda).
Puskesmas dengan status BLUD seperti yang tertuang dalam Permendagri Nomor 61
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah. Dalam hal ini, layanan kesehatan diberikan keleluasaan dalam konteks
mengelola baik dari sisi sumber daya manusia (SDM) hingga penganggaran. Demi
memberikan pelayanan yang lebih maksimal terhadap masyarakat, maka perubahan
Puskesmas menjadi BLUD bukan tidak mungkin untuk diwujudkan. Melalui konsep
pola pengelolaan keuangan BLUD ini, Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan
profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas
dalam rangka pelayanan publik, sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari
pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD ini, yaitu mempromosikan
peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan keuangan dan
tata kelola yang baik Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan
langkah awal untuk melaksanakan janji dalam memperbaiki kualitas dan kinerja
pelayanan publik yang diamanatkan oleh PPK-BLUD. Setelah SPM tersusun, maka
seluruh unit kerja yang bertanggung jawab untuk menyediakan jenis pelayanan
yang telah dituangkan dalam SPM wajib mengupayakan agar SPM tersebut dapat
dicapai dengan menyusun standar-standar teknis yang merupakan panduan untuk
mencapai standar yang telah ditetapkan, dan mengembangkan kegiatan-kegiatan
perbaikan mengikuti siklus Plan-Do-Check-Action (World Health
Organization, 1993).
Pemerintah
sendiri telah melakukan reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak
akhir tahun 2003, dengan dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara
yang baru, yaitu UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2005 tentang
Pemeriksaan Keuangan Negara. Dengan ketiga paket peraturan keuangan negara
tersebut telah mengubah mindset atau pola pikir yang lebih efisien,
profesionalitas, akuntabel, dan transparan dengan melakukan perubahan dari
penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja yang membuka
koridor bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah.
A. Pengertian,
Tujuan Dan Azas Badan Layanan Umum (BLU)
Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu “Badan Layanan Umum
adalah instansi
di Iingkungan Pemenntah
yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas”. Pengertian mi kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1
angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1)
yang menyebutkan bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005
sebagai peraturan pelaksanaan dan Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal
2 yang menyebutkan bahwà “BLU bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan
prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat”.
·
Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan
yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dan instansi induknya;
·
Pejabat BLU bertanggung
jawab atas pelaksanaan
kegiatan Iayanan umum kepada pimpinan instansi induk;
·
BLU tidak mencari laba;
·
Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk
tidak terpisah;
·
Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
Dari uraian
definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki suatu
karakteristik tertentu, yaitu :
1) Berkedudukan
sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dan kekayaan Negara;
2)
Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan
masyarakat;
3)
Tidak bertujuan untuk mencarai laba;
4)
Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan
produktivitas ala korporasi;
5)
Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya
dikonsolidasikan pada
instansi induk;
6)
Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat
digunakan secara langsung;
7)
Pegawai
dapat terdiri dan pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;
8)
BLU bukan subyek pajak.
Selain itu, sekalipun
BLU dikelola secara
otonom dengan prinsip
efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik
Iainnya yang membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD,
yaitu:
efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik
Iainnya yang membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD,
yaitu:
- BLU
dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan
bangsa; - Kekayaan BLU merupakan bagian dan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan;
- Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;
- Pembinaan keuangan BLU instansi pemenintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bengangkutan;
- Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;
- Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;
- Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa Iayanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah;
- Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan;
- BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dan masyarakat atau badan lain;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan pemerintah (PP No. 23 Tahun 2005).
B. Jenis dan persyaratan BLU
Apabila dikelompokkan menurut
jenisnya BLU terbagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1)
BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi
rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
2)
BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan
meliputi otoritas pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan
3)
BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi
pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur menurut Pasal 4 pp No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut:
1)
Persyaratan Substantif, apabila menyelanggarakan Iayanan
umum yang berhubungan dengan:
· Penyediaan barang
dan/atau jasa layanan umum;
· Pengelolaan wilayah/kawasan
tertentu untuk tujuan meningkatkan
· perekonomian
masyarakat atau layanan umum; dan/atau
· Pengelolaan dana
khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
2)
Persyaratan Teknis, yaitu
· Kinerja pelayanan
di bidang tugas pokok dan fungsinya Iayak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
sesuai kewenangannya; dan
· kinerja keuangan
satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan
dalam dokumen usulan penetapan BLU.
3)
Persyaratan Administratif, yaitu:
· pernyataan
kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi
masyarakat;
· pola tata kelola
(yang baik);
· rencana strategis
bisnis;
· laporan keuangan
pokok;
· standar pelayanan
minimum; dan
· laporan audit
terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
C. Puskesmas
sebagai BLU
a) Standar
pelayanan dan tarif layanan
Puskesmas yang
telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan
kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal
puskesmas maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan
peraturan kepala daerah.
Standar pelayanan
minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu
- Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD;
- Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
- Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD;
- Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Puskesmas yang
telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan
atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang
diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
Tarif layanan
diusulkan oleh puskesmas kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD
sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri
keuangan/kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/peraturan kepala
daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus
mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut:
- kontinuitas dan pengembangan layanan;
- Daya beli masyarakat;
- Asas keadilan dan kepatutan; dan
- Kompetisi yang sehat.
b) Pengelolaan
Keuangan
Adanya
desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan
Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002
tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah
daerah harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan
maupun penganggarannya, termasuk penentuan biaya.
Dengan terbitnya
PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi
BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada
Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus
mengikuti standar akuntansi keuangan
yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi.
Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesual dengan
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).
Penyusunan
anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari
indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur
berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum.
c) Pelaporan dan pertanggungjawaban
BLU sebagai
Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat
nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) pp No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan
bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”.
Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau
organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi
Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK
(Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dan IAI. Sebagai organisasi
kepemenintahan yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah
semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK.
Laporan keuangan
puskesmas merupakan laporan yang disusun oleh pihak manajemen sebagai bentuk
penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan tersebut merupakan
penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas
tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus
mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK,
yaitu sebagal organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan
keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan rumah
sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.
Adapun Laporan
Keuangan puskesmas daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi
untuk:
· mengukur jasa atau
manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
· pertanggungjawaban
manajemen Puskesmas (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus
kas);
· mengetahul
kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
· mengetahui
perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Laporan keuangan
puskesmas daerah mencakup sebagai berikut:
(1)
Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih,
tidak disebut neraca). Kiasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan
perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih
tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah
pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang.
Sedangkan pembatasan temporer
adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan
agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai
dengan terpenuhinya keadaan tertentu;
(2)
Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian
dan perubahan dalan aktiva bersih);
(3)
Laporan arus kas yang mencakup arus kas dan aktivitas
operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;
(4)
Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan
jumlah pembatasan permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva
bersih.
D. Proses
Perencanaan Strategis
Kotler dan Amstrong (2007) memberikan definisi perencanaan strategis sebagai
proses untuk mengembangkan dan memelihara strategi yang cocok antara sasaran
serta kemampuan organisasi dan peluang pemasaran yang berubah-ubah. Tidak ada
suatu strategi yang optimal bagi semua perusahaan dalam usaha tersebut, setiap
perusahaan harus menentukan strategi apa yang paling sesuai dan sudut pandang
industri dan tujuan, peluang, keahlian dan sumber dayanya. Menentukan strategi
dilakukan melalui tiga tahap pelaksanaan sebagi berikut :
Gambar 1. Kerangka
Formulasi Strategi
Sumber : Rangkuti
(2008)
1) Tahap pengumpulan data
Tahap ini pada
dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan kegiatan
pengklasifikasian data yang dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data
internal. Data eksternal diperoleh dan lingkungan luar perusahaan seperti
analisis pasar, analisis kompetitor, analisis pemasok, analisis komunitas dan
analisis. Sedangkan untuk data internal diperoleh di dalam perusahaan itu
sendiri seperti laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran,
laporan kegiatan SDM (jumlah karyawan,pendidikan. keahlian, pengalaman, gaji,
turnover) serta laporan keuangan (neraca, laba / rugi, cosh flow dan struktur
pendanaan).
2) Tahap analisis
Setelah
pengumpulan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan,
tahap selanjutnya adalah memasukkan semua informasi tersebut dalam analisis
perencanaan strategis. Alat analisis yang dapat digunakan diantaranya:
· Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threath)
· Matrik IE (Internal External)
3) Tahap
pengambilan keputusan
Setelah melewati tahap analisis,
selanjutnya akan diambil sebuah keputusan yaitu berupa perumusan sebuah
strategi dengan melihat posisi kinerja dan perusahaan yang diidentifikasi dari
faktor-faktor eksternal dan internal.
E. Analisis SWOT
Salah satu alat analisis yang cukup banyak digunakan adalah matrik SWOT.
Analisa SWOT merupakan proses menganalisis organisasi dan lingkungannya
berdasarkan pada faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
didalamnya mencakup analisa lingkungan eksternal untuk melihat apa saja peluang
dan ancaman dan analisa lingkungan internal untuk melihat apa saja kekuatan dan
kelemahan perusahaan (Ahmed et al., 2006).
Penjabaran lebih detail dari masing masing komponen di atas adalah sebagai
berikut:
a)
Kekuatan (Strengths) adalah sumber daya,
keterampilan atau keunggulan-keunggulan relatif lainnya dibanding pesaing.
Kekuatan merupakan kompentensi khusus (distinctive competence) yang memberikan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar. Kekuatan dapat terkandung dalam
sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, dan lainnya
b)
Kelemahan (Weakness) adalah keterbatasan atau
kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius
menghambat kinerja efektif perusahaan
c)
Peluang (Opportunity) adalah situasi penting
yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Perubahan teknologi, berubahnya
persepsi konsumen, peraturan pemerintah merupakan peluang bagi perusahaan.
d)
Ancaman (Threat) adalah situasi penting yang
tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Masuknya pesaing baru,
lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya daya tawar pemeli atau pemasok dapat
menjadi ancaman keberhasilan perusahaan.
Analisis SWOT
dimulai dengan mengidentifikasi, menganalisis dan mendiagnosis keadaan di luar
perusahaan. Hal ini penting agar pimpinan perusahaan dapat mengetahui dan
memaksimalkan kekuatan dan peluang yang berasal dari lingkungan eksternal
perusahaan. Langkas selanjutnya adalah melakukan analisis factor strategis
internal pada dasarnya merupakan usaha mawas diri menghadapi persaingan dalam
lingkungan bisnis.
F. Analisis Matrik Internal-Eksternal
(IE)
Alat analisis ini digunakan untuk mengukur besarnya peluang atau ancaman
yang dihadapi perusahaan dalam suatu industri dan juga untuk menilai seberapa
besar faktor kekuatan atau kelemahan bisnis yang dimiliki perusahaan. Berikut adalah langkah-langkah dalam menyusun
matrik internal Eksternal.
-
Melakukan
evaluasi factor eksternal (External Factor Evaluation/EFE)
Metode
EFE digunakan untuk mengevaluasi factor-faktor eksternal perusahaan. Data yang
dikumpulkan yang menyangkut factor ekonomi, social, budaya, demografi, politik,
pemerintahan, hokum, teknologi, persaingan di pasar industry dimana perusahaan
berada pada data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena factor
eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
perusahaan. Berikut disajikan contoh table
variable dari EFAS dan IFAS
Eksternal
Factor Analysis Summary (EFAS)
Faktor faktor Strategi
Eksternal
|
Bobot
|
Rating
|
Bobot x Rating
|
Intepretasi
|
Peluang
|
||||
Ancaman
|
||||
Total
|
Sumber : Rangkuti (2008)
-
Melakukan Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor
Evaluation /IFE)
Metode IFE
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan informasi
perusahaan dapat digali dan beberapa fungsional perusahaan, misalnya dan aspek manajemen,
keuangan, SDM, pemasaran,
sistem infomasi dan produksi.
Internal
Factor Analysis Summary (IFAS)
Faktor faktor Strategi
Eksternal
|
Bobot
|
Rating
|
Bobot x Rating
|
Intepretasi
|
Peluang
|
||||
Ancaman
|
||||
Total
|
Sumber :
Rangkuti (2008)
-
Matrik Internal - Eksternal (IE)
Parameter yang digunakan
yaitu kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi
perusahaan. Matrik IE bermanfaat untuk memposisikan suatu perusahaan ke dalam
matrik yang terdiri 9 sel. Matrik IE terdiri atas dua dimensi yaitu total skor
dari IFE pada sumbu X dan total skor dari EFE matrik pada sumbu Y.
Diagram tersebut
dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya
kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:
1.
Tumbuh dan Bina, yaitu sel 1, 2, dan 4. Strategi yang
digunakan adalah strategi intensif. Dalam strategi ini tindakan yang dapat
dilakukan adalah penetrasi pasar, yaitu mencari pangsa pasar yang lebih besar
untuk produk atau jasa yang sudah ada sekarang, lewat usaha pemasaran yang
lebih gencar. Atau melakukan
pengembangan pasar dalam
pengertian memperkenalkan produk atau jasa yang sudah ada ke wilayah
geografis baru.
2.
Pertahankan dan pelihara yaitu sel 3, 5 dan 7. Tindakan
yang dapat diambil dalam strategi ini adalah melakukan penetrasi pasar dan
pengembangan produk
3.
Panen atau divestasi, yang termasuk dalam strategi ini
adalah sel 6, 8 dan 9. Tindakan yang dapat ditempuh dalam strategi panen atau
divestasi ini adalah menjual suatu bagian atau seluruhnya dari suatu perusahaan
Secara lebih
detail tindakan dari kesembilan sel strategi tersebut di atas dijelaskan pada
bagian berikut ini:
1.
Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy)
Strategi ini
adalah usaha untuk mendesain pertumbuhan, baik dalam penjualan, aset,
keuntungan atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara
menurunkan harga, mengembangkan produk baru, menambah kualitas produk atau jasa
atau meningkatkan akses ke pasar yang
lebih luas. Usaha
yang dapat dilakukan
adalah dengan cara meminimalkan biaya sehingga dapat
meningkatkan keuntungan. Cara ini merupakan strategi terpenting apabila kondisi
perusahaan berada dalam pertumbuhan cepat dan terdapat kecenderungan pesaing
untuk melakukan perang harga.
2.
Strategi Pertumbuhan Melalui Konsentrasi dan Diversifikasi
Ada dua
strategi dasar pertumbuhan pada tingkat
korporat yaitu konsentrasi pada satu
industri atau diversifikasi ke industri lain. Jika perusahaan tersebut memilih
strategi konsentrasi, perusahaan dapat tumbuh
melalui integrasi vertikal maupun horizontal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal
dengan menggunakan sumber daya dari luar. Jika perusahaan tersebut memilih strategi
diversifikasi, perusahaan dapat tumbuh melalui konsentrasi atau diversifikasi
konglomerat, baik secara internal melalui pengembangan produk baru atau
eksternal melalui akuisisi.
3.
Konsentrasi Melalui Integrasi Vertikal (Sel 1)
Pertumbuhan
melalui konsentrasi dapat dicapai baik melalui integrasi vertikal dengan
cara backward integration (mengambil
alih fungsi supplier) atau dengan cara forward integration (mengambil alih
fungsi distributor). Hal ini merupakan strategi utama untuk perusahaan yang memiliki
posisi kompetitif pasar yang kuat (high
market share) dalam industri yang berdaya tarik tinggi. Agar dapat
meningkatkan kekuatan bisnisnya, perusahaan harus melakukan upaya meminimalkan
biaya dan operasi yang tidak efisien
4.
Konsentrasi Melalui Integrasi Horizontal (Sel 2 dan 4)
Strategi pertumbuhan
melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan
dengan cara membangun di lokasi lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa.
Jika perusahaan tersebut berada dalam
industri yang sangat
menarik (sel 2), tujuannya adalah
untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Sementara jika perusahaan ini berada
dalam moderate attractive
industry, strategi yang diterapkan adalah konsolidasi (sel 4). Tujuannya adalah untuk
menghindari kehilangan penjualan
dan kehilangan keuntungan.
5.
Diversifikasi Konsentris (sel 7)
Strategi
pertahankan dan pelihara melalui diversifikasi konsetris umumnya dilakukan oleh
perusahaan dengan posisi kompetitif sangat kuat tetapi nilai daya tarik pasar
rendah. Perusahaan tersebut berusaha memanfaatkan kekuatannya untuk membuat
produk baru secara efisien karena perusahaan sudah memiliki kemampuan
produksi dan pemasaran yang baik. Prinsipnya
adalah menciptakan sinergi dengan harapan bahwa dua bisnis secara bersama dapat
menciptakan lebih banyak keuntungan daripada jika melakukannya sendiri-sendiri.
6.
Diversifikasi Konglomerat (Sel 3 dan 5)
Strategi
pertahankan dan pelihara melalui kegiatan bisnis yang tidak saling berhubungan
dapat dilakukan jika perusahaan memiliki posisi kompetitif yang tidak begitu
kuat dan nilai daya tarik industri sangat rendah. Kedua faktor tersebut
memaksa perusahaan melakukan
usahanya ke dalam perusahaan lain. Tetapi pada saat
pemisahan tersebut mencapai tahap matang, perusahaan yang hanya memiliki posisi kompetitif
rata-rata cenderung akan menurun
kinerjanya. Untuk itu strategi
diversifikasi konglomerat sangat diperlukan.
G. Gambaran
Umum Badan Layanan Umum Puskesmas
Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas.
BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status
hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya,
pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan
daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan
statusnya sebagai BLUD.
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam
rangka pemberian layanan yang
bermutu dan berkesinambungan. Sedangkan Standar Pelayanan Minimum adalah
spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU
kepada masyarakat. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan
kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian
Negara /lembaga /SKPD/ pemerintah daerah. Suatu
satuan kerja instansi
pemerintah dapat diizinkan
mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan
substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif
terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan
layanan umum yang berhubungan dengan:
1)
Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
2)
Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu
untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau
layanan umum; dan/atau
3)
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
1)
kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya
layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana
direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
2) kinerja keuangan
satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan
dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
1)
pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
2)
pola tata kelola;
3)
rencana strategis bisnis;
4)
laporan keuangan pokok;
5)
standar pelayanan minimum; dan
6)
laporan audit
terakhir atau pernyataan bersedia untuk
diaudit secara independen.
Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
1) Pemimpin ;
Pemimpin
sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan
keuangan BLU yang berkewajiban:
(1)
menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
(2)
menyiapkan RBA tahunan;
(3)
mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai
dengan ketentuan yang berlaku; dan
(4)
menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan
keuangan BLU.
2) Pejabat keuangan
Pejabat keuangan
BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban :
(1)
mengkoordinasikan penyusunan RBA;
(2)
menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
(3)
melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
(4)
menyelenggarakan pengelolaan kas;
(5)
melakukan pengelolaan utang-piutang;
(6)
menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan
investasi BLU;
(7)
menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
(8)
menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan
keuangan.
3) Pejabat teknis.
Pejabat teknis BLU
sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang
masing-masing yang berkewajiban:
(1)
menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
(2)
melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
(3)
mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri
sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan
BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam
rangka pelaksanaan anggaran, termasuk
pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa.
Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non
PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan
kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU dikendalikan secara ketat dalam
perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, BLU wajib menghitung harga pokok dari
layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula
dalam pertanggungjawabannya, BLU
harus mampu menghitung dan menyajikan
anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah
direalisasikan. Oleh karena itu, BLU berperan sebagai agen dari
menteri/pimpinan lembaga induknya. Kedua
belah pihak menandatangani kontrak
kinerja (acontractual performance agreement), dimana menteri/pimpinan
lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan,
dan BLU bertanggung jawab untuk menyajikan layanan yang diminta.
Dengan sifat-sifat tersebut, BLU tetap menjadi instansi pemerintah yang
tidak dipisahkan. Dan karenanya, seluruh pendapatan yang diperolehnya dari non
APBN/APBD dilaporkan dan dikonsolidasikan dalam pertanggungjawaban APBN/APBD.
Sehubungan dengan privilese yang diberikan dan tuntutan khusus yang diharapkan
dari BLU, keberadaannya harus diseleksi dengan tata kelola khusus. Untuk itu,
menteri/pimpinan lembaga/satuan kerja dinas terkait diberi kewajiban untuk
membina aspek teknis BLU, sementara Menteri Keuangan/PPKD berfungsi sebagai
pembina di bidang pengelolaan keuangan. Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh
setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan
yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan
berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon. Sehubungan dengan
itu, organisasi dan struktur instansi pemerintah yang berkehendak menerapkan
PPK-BLU kemungkinan memerlukan penyesuaian dengan memperhatikan ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, BLU diharapkan tidak sekedar sebagai format baru dalam pengelolaan
APBN/APBD, tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi
pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat. Asas BLU yang lainnya adalah:
1)
Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan
layanan umum kepada pimpinan instansi induk,
2)
BLU tidak mencari laba,
3)
Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk
tidak terpisah,
4)
Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
Puskesmas sebagai BLU,diberikan kebebasan dalam meningkatkan pelayanannya
ke masyarakat. Puskesmas akan mengelola sendiri keuangannya, tanpa
memiliki ketergantungan ke Pemkot seperti yang terjadi selama ini. Gagasan untuk menjadi BLUD sudah jelas
secara institusional menjadi badan layan umum. Dalam hal ini, layanan kesehatan
diberikan keleluasaan dalam konteks mengelola baik dari sisi sumber daya
manusia (SDM) hingga penganggaran. Demi memberikan pelayanan yang yang lebih
maksimal terhadap masyarakat, maka perubahan puskesmas menjadi BLUD bukan tidak
mungkin untuk diwujudkan.
H. Program Pokok
Puskesmas Se-Kabupaten Cianjur
Setiap Puskesmas mempunyai pelayanan didalam gedung atau diluar gedung,
menurut jumlah sasaran dan wilayah kerjanya. Sesuai status puskesmas, perawatan
atau non perawatan, bisa melaksanakan kegiatan pokok, maupun pengembangan, tergantung kemampuan
sumber daya manusia dan sumber daya material. Berikut Program Pokok yang
dijalankan masing-masing Puskesmas di kabupaten Cianjur adalah upaya kesehatan
wajib, upaya kesehatan
pengembangan, dan jejaring
dan penunjang .
1)
Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan
wajib memiliki 6 (enam) upaya pelayanan yaitu :
(1)
Promosi Kesehatan, dengan sub upaya meliputi :
· Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat.
· JPKM / JKBM
· UKBM dan PSM.
· d)Desa Siaga.
(2)
Kesehatan Lingkungan, dengan sub upaya meliputi :
· Pengawasan
kualitas air dan lingkungan pemukiman.
· Pengawasan tempat
umum dan pengolahan makanan/Minuman.
· Klinik Sanitasi.
· Monitoring dan
evaluasi.
· Pengelolaan Limbah
UPT Kesmas.
(3)
KIA dan KB, dengan sub upaya meliputi :
· Kesehatan Ibu.
· Keluarga
Berencana.
· Kesehatan Anak.
· Kesehatan
Reproduksi.
(4)
Gizi Masyarakat, dengan sub upaya meliputi :
· Upaya Perbaikan
Gizi Masyarakat (UPGK).
· Gizi Institusi /
Klinik.
(5)
Pencegahan,
Pemberantasan Penyakit Menular
& amp; tidak menular, dengan sub upaya meliputi :
· Imunisasi.
· Pemberantasan Penyakit
Menular Langsung (P2ML): ISPA, Diare, Kusta, TB, Kecacingan, IMS
termasuk HIV-AIDS.
· Pemberantasan
Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) : DBD, Flu burung, Malaria, Rabies,
Filariasis, Antraks, dan Pes.
· Surveilens dan
Epidemiologi
· Pemberantasan
Penyakit Tidak Menular.
(6)
Upaya Pengobatan, meliputi :
· Pengobatan Rawat
Jalan Umum.
· Pengobatan Rawat
Jalan Gigi.
· UGD dan Tindakan
termasuk P3K dan sosial.
2)
Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya Kesehatan
Pengembangan, memiliki 5 (lima) upaya pelayanan yaitu
(1)
Upaya pelayanan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
(2)
Upaya pelayanan kesehatan Khusus dengan sub upaya meliputi
:
§ Upaya Kesehatan
Mata.
§ Upaya Kesehatan
Jiwa
§ Upaya Kesehatan
Kerja
§ Upaya Kesehatan
Olah Raga.
§ Upaya Kesehatan
Lanjut Usia
(3)
Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
(4)
Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut.
3)
Jejaring Pelayanan
Upaya Kesehatan
Pelayanan Jejaring UPT Kesmas masing
masing mempunyai upaya jejaring yang berbeda sesuai dengan wilayah yang di miliki
4)
Upaya Kesehatan Penunjang
Upaya Kesehatan
Penunjang, yang meliputi :
·
Upaya
penunjang Sistem Pencatatan
dan Pelaporan Terpadu
UPT.
·
Upaya Sistem Informasi Kesehatan (SIK).
·
Upaya Pelayanan Farmasi termasuk Perbekalan Kesehatan.
·
Upaya Pelayanan Laboratorium Sederhana.
5)
Upaya Pelayanan Administrasi
Upaya Pelayanan
Administrasi, yang meliputi :
·
Administrasi Keuangan termasuk aset.
·
Administrasi Umum dan Kepegawaian.
·
Administrasi di bidang Perencanaan dan Monitoring
Evaluasi.
Demikian, uraian mengenai PPK BLUD Puskesmas di
Kabupaten Cianjur, semoga bermanfaat.