TEMPAT EKSOTIS DI PEDESAAN
Pernahkah kalian berkunjung kesebuah tempat
yang eksotis… suasana alam yang masih perawan, kicau burung, gemericik air,
suasana pesawahan yang begitu menenangkan jiwa….:D bagi seorang petualang
kayaknya sering melihat atau berkunjung ke tempat seperti itu. Mungkin bagi
orang yang tinggal di kota besar mencari tempat seperti itu sudah tidak ada,
contoh kecil kota Jakarta, untuk melihat sebuah tempat yang sejuk, tidak hingar
bingar, hirup udara yang bersih meski ke Bogor atau Puncak… :D
Buat seorang yang sehari-hari sibuk dengan
aktifitas ada kalanya ingin mencari tempat nyaman seperti itu diwaktu libur
kerja, ya… sekedar melepas penat, tapi hal ini berlaku bagi orang super sibuk…
tapi bagi orang asli daerah justru kebalikannya…. Wkwkwk…… tapi ya begitulah hidup
selalu berpasang-pasang. Orang kota yang super sibuk ingin mencari suasana
damai, tenang jauh dari keramaian tapi sebaliknya orang yang sudah biasa hidup
ditempat sepi, sunyi, kadang kalanya mereka ingin melihat dan diam di keramaian
kota… betul tidak….
Cianjur adalah sebuah kota kecil penyangga
ibukota Jakarta, sangat banyak memiliki tempat yang eksotis dan masih alami.
Begitu pula di daerah-daerah Kabupaten lain pastilah banyak tempat seperti ini
yang masih belum diperkenalkan ke khalayak. Kembali lagi ke Cianjur, salahsatu
contoh Kecamatan Campaka saat ini mulai rame dikunjungi orang karena ada sebuah
karya manusia tempo dulu berdiri disana, yang tepatnya di Gunung padang Desa
Karya Mukti. Sebenarnya penemuan situs megalith tersebut telah ditulis oleh
orang Belanda pada waktu jamanya colonial. Tulisan tersebut diterbitkan tahun
1891 dalam tulisannya mengatakan bahwa gunung Padang termasuk tempat bersejarah
yang berada di Pulau Jawa. Dalam poin 38 mengenai Gunung Padang Cianjur. “District
Peser, afdeeling Tjianjoer, Blad K. XIII” yang isinya kira-kira begini di
Gunung Padang dekat Gunung malati ada undakan dengan 4 altar disambungkan
dengan tangga dari batu dengan dihiasi batu andesit tempat ini dikunjungi tuan
Corte pada tahun 1891. Begitulah kira-kira kalau diartikan…. Hehehe….
Ketika kita nyampe di gerbang utama untuk akses
gunung padang, kita akan dihadapkan dengan apa yang pernah tuan corte
ceritakan. Kita akan menaiki tangga yang terbuat dari batu… wooww… lumayan melelahkan, ya namanya juga menaiki bukit… tapi setelah kita hamper finish di
puncak terbayarlah kecapean kita… nih penampakannya
Nah itulah sepintas cerita gunung padang, kita
harus akui bahwa dahulu kala sebelum bumi pertiwi ini dihuni banyak orang,
ternyata disebuah daerah terpencil, udik kalau kata orang kota, jauh dari hiruk
pikuk keramaian pada saat ini, ternyata ditempat inilah manusia nusantara pernah
hidup dengan kebudayaan yang sangat tinggi… hmmm..
Setelah puas kita lanjut ke selatan, nah kita
akan bertemu sebuah tempat yang sejuk yaitu Perkebunan Teh yang letaknya
membentang dari mulai Kecamatan Campaka, Sukanagara sebagian ke Kecamatan
Pagelaran. Tapi pusatnya ada di Kecamatan Sukanagara disana kita akan menemukan
hamparan perkebunan teh yang sangat luas, yaaa sama lah dengan di Puncak Pass. Selain
itu ada beberapa pabrik teh peninggalan jaman kolonial Belanda yang sebagian
masih utuh, jalan-jalan yang menghubungkan Pal I sampai sekian yang dulunya
dibangun oleh colonial sebagian masih ada serta ada yang masih bagus “kalau
kata temen saya seorang pemborong, jaman dulu kalau bikin jalan pengerasannya system
pasak honje, jadi kuat” nggak asal-asalan seperti sekarang,… hehehe, begitupun rumah-rumah
ADM, pabrik, bedeng-bedeng buruh pabrik yang masih ada sampai sekarang
penataannya seperti penataan di eropa sana. Jadi betah deh apalagi kalau kita
ketemu sama orang tua yang tahu sejarah di daerah itu, dia menceritakan dulu di
sini begini-begitu dan bla-bla… makin asyik ngobrol ditemani sama goring singkong
ditambah kopi item. Sudah deh nggak kebayang…. Masih di kawasan Sukanagara, ada
sebuah pesantren namanya Pesantren Cikiruh, konon katanya dulu pada waktu
jamannya awal-awal kemerdekaan presiden Soekarno pun sering dating ketempat
tersebut untuk sekedar istirahat.
Selanjutnya kita telusuri lebih ke selatan kita
akan ke sebuah tempat yang hamper sama lah dengan Sukanagara, tetapi jumlah
penduduk di tempat ini memang cukup banyak, kalau kita lihat dari data
kependudukan diantara kecamatan-kecamatan di Cianjur bagian selatan kecamatan
inilah yang banyak penduduknya, yaitu kecamatan Pagelaran. Ada dua jalur resmi
sebenarnya untuk menuju ke arah ini, keduanya adalah jalur resmi jalan
provinsi, namun karena jalur lama yang dibangun masa colonial Belanda ini
banyak tertimpa bencana jadi Pemerintah membuat jalur baru melalui kebun teh. Jadi
kalau kita dari arah Cianjur mau ke arah selatan Cianjur pas habis Kecamatan
Sukanagara ketika mau memasuki wilayah Pagelaran kita akan meliuk-liuk kanan
dan kiri kebun the, persis seperti di Puncak Passs :D
Tetapi kalau kita memakai jalur lama, kita akan
menemukan bangunan peninggalan jaman Belanda, seperti “Jembatan Pelengkung” orang
sekitar menyebutnya seperti itu, jembatan Citajur, dan jembatan Cijampang. Di kecamatan
ini mengalir sebuah kali yang cukup besar namanya kali Cijampang yang mata
airnya bersumber dari gunung Bandung. Karena kalau di lihat secara geografis
Pagelaran ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung. Kalo bicara
mengenai adventure apa sih sebenarnya yang menarik dari kecamatan ini…? Banyak sebenarnya
titik-titik tempat eksotis yang termasuk ke dalam kecamatan ini diantaranya
Curug Ngebul, Curug Cijampang, Curug Citambur. Rawa kalong, rawa beber, rawa
galuga. Yang pada saat ini rawa-rawa tersebut dibuat untuk budidaya ikan. Namun
pada saat ini Curug Citambur termasuk ke kecamatan Pasirkuda.
Menurut sejarah babad Cianjur jaman dahulu kala
merupakan tempat pangkalan seorang priyayi yang bernama syekh Borosngora dalam
menyebarkan agama Islam di Cianjur. Orang di Pagelaran lebih mengenal dengan
nama eyang Jampang Manggung yang erat kaitannya dengan sungai Cijampang dan
curug Cijampang yang di curug tersebut terdapat sebuah petilasan, namun entah
siapa wallohu’alam… pembahasan lebih lanjut mengenai cerita ini pada artikel
selanjutnya.
Kita kembali pada bahasan lokasi eksotis, Kondisi
curug Cijampang memang tidak dikenal kecuali orang sekitar curug “air terjun”
yang mengetahuinya. Lokasi curug tersebut memang jauh dari pemukiman penduduk,
untuk ke lokasi dari titik pemukiman penduduk kita mesti berjalan sekitar 2 Jam
perjalanan kaki. Tapi sebenarnya kalau bias dilalui kendaraan nggak mungkin lah
paling sekitar 15 menitan hehehe… tapi yang uniknya penduduk dekat sekitar
curug, kita akan menemukan cara-cara penduduk bercocok tanam yang masih
tradisional entah itu memanfaatkan fasilitas air untuk membuat pancuran air
dengan ritme “pancurendang”. Tenaga listrik dengan kincir, budidaya ikan asli
disana, yang rasanya Ya Allah nikmat beeneeeerrr…, gratis pula kalau kita sowan
ke penduduk sana, yang selalu menghormati tamu… :D Hubungan tepo saliro saling bahu membahu, gotong
royong masih lekat disana membuat kita betah berlama-lama disana. Sekian dulu
nanti kita sambung lagi