KAJIAN MENGENAI ILMU PEMERINTAHAN
Seperti kita
ketahui, saat ini ilmu Pemerintahan sering diasumsikan sebagai ilmu yang kurang
jelas. Hal ini sangatlah dimengerti karena Ilmu Pemerintahan itu relative muda
perkembangannya. Sejarah perkembangan serta lahirnya terkait ilmu ini dimulai
ketika menjelang Perang Dunia ke II, oleh seorang ilmuwan Belanda yang bernama
Van Poelje, sejak saat itu limu pemerintahan ini terus berkembang hingga kini.
Jasa Van
Poelje ini terkait studi tentang susunan dan berfungsinya pemerintah dari
tradisi yuridis kemudian dikembangkan dengan menggunakan ilmu yang berwawasan
pengetahuan social. Upaya Van Poelje ini berhasil selama beberapa tahun yaitu
tentang susunan dan berfungsinya pemerintah, namun terperangkap ke dalam disiplin
ilmu politik, baru setelah tahun 1970-an sudah otonomi sendiri dan diakui dunia
ilmu pengetahuan.
Dalam masa
perkembangannya ilmu pemerintahan selalu dalam koridor disiplin ilmu social
baik itu ilmu hokum, ilmu politik, ekonomi dan sosiologi. Masa itu di eropa
barat ilmu pemerintahan selalu di dominasi ilmu hokum karena gejala-gejala
pemerintahan selalu dipandang sebagai bagian studi mengenai hokum. Permasalahan
pemerintahan selalu dipandang akan dapat diatasi dengan menerapkan peraturan
hokum yang berkaitan dengan permasalahan dengan tepat dan benar. Studi tentang
pemerintahan sering dipandang tidaklah luas ruang lingkupnya daripada kegiatan
aparatur pemerintah dalam menerapkan tatanegara dan hokum tata pemerintahan.
Pada saat itu
pula studi pemerintahan sering dipandang sebagai ilmu politik, dimana proses
pemerintahan suatu Negara sering dinilai bagian atau esensi dari berfungsinya
system politik. Maka dari itu gejala pemerintahan selalu dipandang sebagai
bagian ilmu politik. Tentulah kita harus akui bahwa pada masa pertumbuhan ilmu
pemerintahan ini selalu di dominasi oleh hasil studi dari ilmu social yang
selalu menelaah gejala pemerintahan. Maka lumrahlah bagi ilmu manapun dalam
proses perkembangan selalu seperti itu, walaupun nanti pada akhirnya akan berdiri
sendiri.
Sebuah Negara
modern saat ini pemerintah selalu campur tangan dalam ruang lingkup kehidupan
social sering disebut dengan istilah pemerintah intervensi. Adolf Wagner (1975)
telah merumuskan pandangannya yang lazim disebut “hokum tentang semakin
meluasnya kegiatan yang bersifat public terutama aktifitas Negara”.
Pandangannya ini mengemukakan bahwa aktifitas dari Negara yang makin meluas
adalah dikarenakan pertumbuhan system ekonomi yang merupakan dampak revolusi
industry. Pertumbuhan ini menimbulkan pula upaya manusia menuju arah kemajuan
social.
Pendapat
Peacock dan Wiseman (1961) yang terkenal dengan “teori plateau”, dikemukakan
bahwa kenaikan pajak dan pengeluaran pemerintah yang dilakukan dalam situasi
ekonomi dan social yang stabil, biasanya akan mendapatkan ketidaksetujuan dari
rakyat, dan apabila dilakukan sebaliknya seperti dalam keadaan darurat atau
krisis tentunya rakyat akan menerima, namun setelah krisis atau keadaan darurat
selesai biasanya akan mengalami penurunan namun tetap akan berada dalam posisi
lebih tinggi dibandingkan dalam keadaan sebelum krisis atau darurat. Jadi
esensi teori plateau tersebut adalah penjelasan tentang meluasnya peranan
pemerintah karena adanya revolusi kemasyarakatan atau adanya gangguan
keseimbangan social.
Seiring
dengan kedua teori yang termasuk, hasil penelitian Van Snippenburg (1986) yang
melakukan studi perbandingan di 53 negara menyimpulkan bahwa meningkatnya
kegiatan pemerintah merupakan gejala yang berkaitan dengan modernisasi. Dalam
prosesnya pemerintah merasa bertanggung jawab untuk terus meningkatkan
kesejahteraan hidup dari warganya, juga bertanggung jawab memberikan kepastian
hidup kepada kelompok lemah baik kondisi ekonomi, social, dengan berbagai
kebijakan politik dan social. Selanjutnya dalam bidang ekonomi Snippenburg
mengatakan bahwa factor utama yang menyebabkan ruang lingkup kegiatan
pemerintah menjadi semakin luas. Namun ada beberapa factor yang lainnya seperti
lahirnya serikat buruh, timbulnya proses otonom yang merupakan akibat dari
upaya birokrasi pemerintah untuk mendapatkan pengaruh yang dominan.
Factor-faktor tersebut yang menurut Snippenburg merupakan determinan khusus
yang paling penting.
Usaha dari
para ilmuwan tersebut dalam menjelaskan semakin luasnya aktivitas dari pemerintah
itu kenyataannya sejak decade akhir abad 19 dulu, Negara-negara di eropa mulai
berangsur-angsur serta cenderung mulai perubahan terkait peranan dari Negara
dan fungsi pemerintah. Perubahan tersebut memang pada awalnya berkaitan dengan
upaya pemerintah Negara-negara tersebut dengan mengurangi dampak negative
system kapitalisme dan selanjutnya berkembang dalam mewujudkan Negara yang
sejahtera dan makmur.
Selanjutnya
dalam memerintah suatu Negara itu berarti menetapkan arah serta memberi bentuk
dan memimpin kekuatan kemasyarakatan dengan bermuara kepada tujuan yang
ditetapkan oleh Negara. Sejarah perkembangan ilmu pemerintahan yang menuju
kepada kedudukan yang otonom diantara ilmu social, ilmu social ini muncul
pertama kali hasil studi dari berbagai ilmu social yang sifatnya monodisiplin
yang mempelajari gejala-gejala pemerintahan sontoh konkrit saja seperti politik
pemerintahan, sosiologi pemerintahan, ilmu keuangan Negara. Adapun ilmu
pemerintahan yang sifatnya normative serta diarahkan dalam memperbaiki praktek
penyelenggaraan Negara yaitu ilmu pemerintahan terapan.
Bila kita
tinjau dari segi terapan, maka kesimpulan ilmu pemerintahan itu memang tidak
dapat terlepas dari kondisi dan nilai social budaya yang berkembang di dalam
suatu masyarakat. Dewasa ini apabila kita lihat di Negara-negara barat mereka
menggunakan kerangka budaya barat yang menjadi acuan pokok dalam
menyelenggarakan pemerintahannya. Pertama yang menjadi landasan seperti system
anglo-Amerika yang menjadi landasan keyakinan yang mendalam akan keutamaan dari
masyarakat local dalam berpemerintahan sendiri, partisipasi rakyat yang
seluas-luasnya, pembagian kekuasaan pemerintahan, tanggung jawab yang diatur
secara menyeluruh dari system administrasi kepada lembaga legeslatif, dan
pertanggung jawaban dari pejabat dan pegawai peradilan sipil seperti halnya
dengan rakyat biasa. Kedua system Prancis yang dilandaskan kepada pemusatan
kekuatan eksekutif serta di dominasi dari kewenangan pemerintah local, pada
profesionalisasi dari pegawai pemerintah dan pemisahan secara psikologis dan
pegawai tersebut dengan rakyat biasa serta pertanggung jawaban mereka kepada
peradilan tata usaha Negara. Negara di eropa yang menganut system ini adalah
Belanda sehingga pada jaman jajahan dulu diterapkan di Indonesia.
Maka tidaklah
heran apabila di Indonesia saat ini system pemerintahan seperti ini masih
sebagian berlaku walaupun ada beberapa penambahan beberapa unsure dari system
amerika yang pernah kita impor sejak tahun 50 an. Sepanjang hal itu menyangkut
aspek-aspek Ilmu Pemerintahan yang ilmiah dan teoritis tentunya itu merupakan
bahan-bahan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pemerintahan di Negara kita.
Apabila kita
mencermati pendapat Wilson, sebelum kita
mengadopsi system pemerintahan kita harus memahami dan menghayati konstitusi
kita serta lebih mewaspadai akan penyakit birokrasi. Atau apabila kita
simpulkan kita harus hati-hati agar tidak terjerumus dalam arbritarinees
(berbuat sewenang-wenang) dan class spirit di Negara kita, pegawai negeri
(civil service) secara politik bersifat netral dan selalu siap melaksanakan
perintah dari setiap police maker yang dipilih oleh rakyat yang berdaulat.
Dengan
bercermin pada kearifan tersebut maka sepatutnyalah ilmu pemerintahan di
Indonesia harus berdasarkan nilai budaya local bangsa kita yaitu berlandaskan
kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pustaka
Jurnal PSPP vol 1 Nomor 1, 1998